Isu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang baru-baru ini mencuat mendapat perhatian dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Dewan Pengawas (Dewas) BPJS Ketenagakerjaan bahkan memproyeksikan bahwa angka PHK pada tahun 2025 diperkirakan mencapai 280 ribu orang.
Peristiwa terkini, PT Maruwa Indonesia di Batam menghentikan operasionalnya, mengakibatkan PHK terhadap ratusan karyawan. Menanggapi hal ini, Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arief, menyampaikan empatinya kepada para pekerja yang terdampak PHK.
"Kemenperin memberikan respons terhadap isu penutupan industri. PHK merupakan konsekuensi lanjutan dari hal tersebut. Oleh karena itu, perlu dipahami bahwa kami sangat berempati kepada para pekerja industri yang mengalami PHK," ujarnya dalam konferensi pers IKI di Kantor Kemenperin, Jakarta, pada hari Selasa (27/5/2025).
Meskipun demikian, Febri tetap melihat adanya optimisme dalam sektor manufaktur, khususnya terkait dengan penyerapan tenaga kerja. Sebagai contoh, berdasarkan data SIINas (Sistem Informasi Industri Nasional), selama tiga bulan pertama tahun 2025, jumlah tenaga kerja yang terserap mencapai 97.898 orang.
Jumlah tersebut berasal dari 359 perusahaan industri yang tercatat sedang melakukan pembangunan fasilitas produksi pada kuartal I 2025. Meskipun demikian, Febri kembali menegaskan bahwa Kemenperin tetap menaruh empati kepada para pekerja yang terkena PHK.
"Berdasarkan data yang kami miliki di SIINas, hingga tiga bulan pertama tahun 2025, tercatat sebanyak 359 perusahaan industri yang melaporkan tengah membangun fasilitas produksi, dengan penyerapan tenaga kerja mencapai 97.898 orang," jelas Febri.
Kemenperin sendiri telah mempersiapkan berbagai program yang dapat dimanfaatkan oleh para pekerja yang terkena PHK. Salah satunya adalah penempatan di perusahaan industri yang berlokasi di sekitar perusahaan sebelumnya yang telah tutup.
"Selain itu, terdapat pula program untuk memulai usaha baru atau mengikuti pelatihan re-skilling, terutama jika pekerja tersebut sebelumnya bekerja di industri A dan kemudian beralih ke industri B yang memiliki perbedaan signifikan. Kami yakin Kementerian/Lembaga lain juga memiliki program serupa," tuturnya.
Dalam kesempatan tersebut, Febri juga menyampaikan apresiasi atas terbitnya Perpres (Peraturan Presiden) baru mengenai PBJ (Pengadaan Barang dan Jasa) Pemerintah. Perpres yang dimaksud adalah Perpres Nomor 46 Tahun 2025 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres No 16 Tahun 2018 tentang PBJ Pemerintah.
Aturan tersebut dinilai mampu menyelamatkan 14.030 industri yang selama ini memproduksi produk dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Dengan adanya aturan tersebut, menurut Febri, sekitar 1,7 juta buruh terhindar dari ancaman PHK.
"Setiap perusahaan industri yang memproduksi produk dengan TKDN rata-rata menyerap tenaga kerja sebanyak 125 orang. Jadi, dengan 14.030 perusahaan dikalikan 125 orang, hasilnya adalah 1,7 juta orang," terangnya.
Oleh karena itu, ketika usaha industri mengalami penurunan permintaan (demand) pada produk yang ber-TKDN, maka industri tersebut akan mengurangi tingkat utilisasinya atau bahkan menutup usahanya. Hal ini akan mengancam 1,7 juta pekerjanya," pungkas Febri.
Sebagai informasi tambahan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengungkapkan adanya peningkatan signifikan pada klaim Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) BPJS Ketenagakerjaan sepanjang tahun 2025. Secara akumulatif, jumlahnya mencapai 52.850 klaim hingga April 2025.
Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli melaporkan bahwa angka PHK pada periode Januari hingga 23 April 2025 mencapai 24.036 orang. Jumlah PHK ini mencakup sepertiga dari total PHK pada tahun 2024, menunjukkan adanya peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.